Diantara doa yang Allah Ta’ala ajarkan dalam Al Qur’an adalah doa:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. al-Baqarah : 201).
Dalam do’a di atas terdapat beberapa faidah di antaranya adalah :
- Do’a ini disyari’atkan untuk dibaca di segala kondisi, dan terdapat kondisi-kondisi tertentu di mana do’a ini dipanjatkan seperti:
- Ketika thawaf dan berada di antara ar-Rukun al-Yamani dan al-Hajar al-Aswad [HR. Abu Dawud];
- Ketika selesai menunaikan rangkaian ibadah haji sebagaimana ditunjukkan dalam teks ayat sebelumnya;
- Ketika ditimpa musibah sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas radhiallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَادَ رَجُلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَدْ خَفَتَ فَصَارَ مِثْلَ الْفَرْخِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَىْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ ». قَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِى بِهِ فِى الآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِى فِى الدُّنْيَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « سُبْحَانَ اللَّهِ لاَ تُطِيقُهُ – أَوْ لاَ تَسْتَطِيعُهُ – أَفَلاَ قُلْتَ اللَّهُمَّ آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ». قَالَ فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَشَفَاهُ.
“Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjenguk seorang sahabat yang telah kurus bagaikan anak burung (karena sakit). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu berdo’a atau meminta sesuatu kepada Allah?” Ia berkata, “Ya, aku berdo’a/meminta kepada Allah, “Ya Allah siksa yang kelak Engkau berikan kepadaku di akhirat segerakanlah untukku di dunia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Subhanallah, kamu tidak akan mampu menanggungnya. Mengapa kamu tidak mengucapkan, “Ya Allah berikan kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan peliharalah kami dari adzab Neraka.” Maka orang itupun berdo’a dengannya. Allah pun menyembuhkannya.” (HR Muslim).
- Kata Rabb merupakan seruan/panggilan yang mengandung pengakuan dari hamba terhadap rububiyah Allah karena Dia-lah semata yang memelihara segala urusan hamba-Nya, Dia-lah yang memperbaiki seluruh perkara dunia dan akhirat mereka, Dia-lah semata yang memberikan taufik, yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Ucapan ini menunjukkan betapa butuhnya hamba kepada Allah, mereka tidaklah mampu mengurus diri mereka tanpa adanya bantuan dari Allah, tidak ada yang mampu menolong dan memperbaiki segala urusan mereka kecuali Allah (al-Mawahib ar-Rabbaniyah hlm. 124).
- Dengan demikian, ketika bermunajat dengan mengucapkan panggilan ini, seorang hamba seyogyanya menghadirkan hati akan makna rububiyah Allah karena hal ini akan menimbulkan rasa khusyuk, khudlu’ (ketundukan) dan hamba akan merasakan manisnya bermunajat kepada Allah;
- Menginginkan kebaikan duniawi semata adalah ciri bagi mereka yang bercita-cita rendah karena pada ayat sebelumnya, Allah menyebutkan perihal golongan yang meminta kebaikan di dunia tanpa meminta kebaikan di akhirat, dan Allah pun menegaskan di akhirat kelak tidak akan ada bagian kebaikan bagi mereka.
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
“Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. al-Baqarah : 200).
- Patut dicatat, terkabulnya keinginan duniawi pun bersifat terbatas, Allah hanya akan memberikan kebaikan di dunia dengan sesuatu yang Dia kehendaki dan hanya diberikan kepada mereka yang diinginkan Allah.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ
“Barangsiapa yang menginginkan balasan yang segera, maka kami akan menyegerakan balasan itu untuknya di dunia dengan apa yang kami kehendaki, bagi siapa yang Kami inginkan” (QS. Al-Isrâ`: 18).
Berkebalikan dengan poin 2, dalam Islam, mereka yang bercita-cita tinggi tentu akan lebih mendahulukan untuk meminta kebaikan di akhirat;
Kebaikan di dunia yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup seluruh keinginan duniawi, baik berupa kesehatan, rumah yang lapang, istri yang cantik, reseki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang mewah, pujian dan selainnya (Tafsir Ibn Katsir 1/343).
Sedangkan kebaikan di akhirat tentulah yang dimaksud adalah al-jannah (surga) karena mereka yang tidak dimasukkan ke dalam surga sungguh telah diharamkan untuk memperoleh kebaikan di akhirat (Tafsir ath-Thabari 1/553). Termasuk juga di dalamnya adalah rasa aman dari rasa takut ketika persidangan di hari kiamat dan kemudahan ketika segala amalan dihisab (Tafsir Ibn Katsir 1/342).
Ucapan وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ merupakan permintaan hamba agar dilindungi dari siksa neraka sekaligus menunjukkan bahwa dirinya memohon segala sebab agar dirinya dijauhkan dari siksa neraka dipermudah oleh Allah, yaitu dengan menjauhi segala bentuk keharaman, dosa dan meninggalkan perkara yang syubhat (samar hukumnya) (Tafsir Ibn Katsir 1/342).
Ucapan ini juga mengandung permohonan agar Allah tidak memasukkan hamba ke dalam an-naar (neraka) karena maksiat yang telah dikerjakannya, untuk kemudian dikeluarkan dengan adanya syafa’at (Tafsir al-Qurthubi 1/786).
Betapa jauhnya kedudukan dan keutamaan antara kedua golongan tersebut (golongan yang menginginkan kebaikan akhirat dan golongan yang menginginkan kebaikan duniawi semata) karena pada ayat selanjutnya Allah menggunakan isim isyarah lil ba’id (kata tunjuk untuk sesuatu yang jauh), yaitu أولئك dalam firman-Nya,
أُولئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَاب
“Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. al-Baqarah : 202).
Meski lafadznya ringkas namun kandungan do’a ini mencakup seluruh kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memanjatkan do’a ini, dan bahkan Anas radhiallahu ‘anhu mengatakan do’a ini adalah do’a yang paling banyak dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Bukhari dan Muslim).
Demi meneladani beliau, di setiap permintaan yang dipanjatkan kepada Allah, Anas mesti menyelipkan do’a ini dan beliau pun mendo’akan kebaikan bagi para sahabatnya dengan do’a ini (Fath al-Baari 11/229).
Diperbolehkan bagi hamba untuk memanjatkan dalam do’anya keinginan dunia dan akhirat, karena manusia pastilah membutuhkan kebaikan di dunia terlebih kebaikan di akhirat kelak;
Seyogyanya prioritas utama seorang hamba dalam do’anya adalah perkara akhirat. Hal ini ditunjukkan dalam ayat di atas, dimana terdapat dua permohonan terkait perkara akhirat, yaitu kebaikan akhirat dan perlindungan dari siksa neraka, dan hanya satu permohonan terkait pekara dunia.
Diantara ciri do’a yang baik adalah mengandung permintaan yang mengumpulkan sikap raghbah (meminta pahala/kebaikan) dan rahbah (menghindar dari siksa), sehingga seorang hamba mampu menyeimbangkan antara rasa rajaa (mengharap pahala) dan khauf (takut akan siksa);
Betapa pentingnya do’a yang bersumber dari kitabullah karena meski dengan lafadz yang singkat tapi makna yang terkandung di dalamnya mencakup seluruh keinginan hamba, baik berupa perkara dunia maupun akhirat.
_______________________________________
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel Muslim.Or.Id
EmoticonEmoticon